Bintan, Dinamikaglobaltimes.id
Buntut dari pemberitaan proyek SPAM (System Penyediaan Air Minum) di Desa Numbing Kecamatan Bintan Pesisir Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), yang terbit di media ini beberapa waktu lalu, mulai membuka borok yang disembunyikan selama empat tahun. Bagai pepatah lama mengatakan, Sepandai-pandai Menyimpan Bangkai, Pasti Akan Tercium Juga.
Kepiawaian para pelaku tindak kejahatan di dalam permasalahan SPAM itu, memang pantas diacungi jempol. Soalnya bisa menyimpan rahasia pembayaran Insentif kepada tiga orang pengelola SPAM itu selama empat tahun. Yaitu, dari tahun 2019 hingga 2023. Ketiga orang pengelola SPAM itu, tidak melakukan kewajibannya membersihkan dan merawat proyek SPAM itu selama empat tahun. Tapi Insentif dibayarkan kepada ketiga orang tersebut oleh Pengguna Anggaran (PA). Diketahui, Pengguna Anggaran pada proyek SPAM itu adalah pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Bintan.
Ketiga orang yang mendapat itu masing-masing berinisial, B, A dan E. Ketiga pengelola SPAM itu adalah warga desa Numbing dan juga sebagai perangkat desa. Informasi yang didapat dari seorang sumber berinisial R, yang juga menjabat sebagai ketua RT di desa itu menyebutkan, “system pembayaran Insentif itu dilakukan melalui transfer ke nomor rekening mereka masing-masing bang, “ujar R melalui ponselnya, (06/10/2023).
Dan itu dilakukan setiap tiga bulan sekali. Lanjutnya. Kalau soal besaran Insentifnya, mereka masing-masing menerima satu setengah juta rupiah. Jika dibagi tiga, berarti setiap orang mendapatkan Rp.500.000,- perbulan, “bebernya.
Sayangnya, sikap Ifan, Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Bintan, ketika dikonfirmasi ke Ponselnya melalui layanan WA, tak menjawab sama sekali.
Herannya, narasi WA yang dikirim ke Ponselnya, justru dikirimnya ke bawahannya (Kabid CK-red). Tak jelas apa tujuannya. Diduga kuat, Kadis PUPR ini alergi terhadap wartawan. Padahal, persoalan yang ditanyakan sangat serius. Apalagi menyangkut pembayaran insentif kepada pihak-pihak yang dianggap teledor terhadap kewajibannya.
Ujung-ujungnya, pertanyaan pun bermunculan. Mengapa Insentif tersebut terus dibayarkan kepada mereka bertiga ? Padahal, mereka sama sekali tidak mengerjakan kewajibannya membersihkan dan merawat proyek tersebut. Kuat dugaan, terjadi persekongkolan jahat antara pemberi Insentif dengan penerima. Jika hal tersebut benar, tentu saja nuansa korupsinya sangat kental.
Agar persoalan ini terang benderang, baiknya pihak Aparat Penegak Hukum (APH) di wilayah itu segera turun tangan, guna melakukan penyelidikan. Apa sebenarnya yang terjadi ? Sehingga dilakukan pembayaran Insentif terhadap tiga orang pengelola SPAM itu ? (Richard).
Tidak ada komentar