Tanjungpinang, Dinamikaglobaltimes.id
Dalam beberapa hari ini, muncul di sejumlah pemberitaan di media online yang menyebutkan Pemko Tanjungpinang memecat karyawan cleaning service yang bekerja membersihkan kantor walikota di kampung Senggarang Tanjungpinang.
Jika diamati, berita tersebut cenderung tendensius. Padahal, karyawan yang dipecat itu adalah karyawan cleaning service dari sebuah Perusahaan yang mempekerjakan karyawannya untuk membersihkan kantor walikota itu. Bukan pegawai Pemko Tanjungpinang atau Honorer.
Ujung-ujungnya, bobot berita tersebut mendapat perhatian Aji Nugraha, Wakil Sekretaris Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kepulauan Riau (Kepri). Menurutnya, berita tersebut berpotensi membentuk opini publik yang keliru, “Pemberitaan semacam ini tidak hanya berpotensi membentuk opini publik yang keliru. Tetapi juga melanggar prinsip dasar jurnalisme yang mengutamakan keberimbangan dan verifikasi, “ujar Aji yang juga mantan Kepala Direktorat Media dan Media Sosial pada Tim Pemenangan Lis-Raja di Pilkada Tanjungpinang 2024 dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (4/3/2025).
Judul Emosional dan Minim Verifikasi
Aji menilai pemilihan judul berita yang menggunakan kata-kata emosional tidak mencerminkan objektivitas jurnalistik. Menurutnya, hal ini bertentangan dengan Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik, yang mengharuskan wartawan menghindari penggunaan bahasa yang dapat memicu ketegangan atau mempengaruhi opini publik secara tidak adil.
“Judul yang bombastis tanpa dasar fakta hanya akan memperkeruh situasi dan merugikan pihak yang diberitakan, “tegasnya.
Selain itu, Aji juga menyoroti lemahnya verifikasi dalam pemberitaan tersebut. Media hanya mengutip pernyataan seorang karyawan yang dipecat, Mustajar, tanpa mengonfirmasi alasan pemecatan kepada Pemko Tanjungpinang atau perusahaan penyedia jasa CS yang baru.
Menurut Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik, wartawan wajib memastikan bahwa informasi yang diterima telah diverifikasi dengan sumber yang berkompeten. “Berita yang hanya berdasarkan satu pihak tanpa ada upaya konfirmasi jelas melanggar prinsip dasar jurnalisme,” katanya.
Tidak Memberikan Hak Jawab Pihak Terkait
Aji juga mengkritik pemberitaan yang tidak memberikan ruang bagi pihak yang diberitakan untuk memberikan klarifikasi. Hal ini bertentangan dengan Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik, yang mengharuskan berita disajikan secara adil dan berimbang.
“Media wajib memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk menyampaikan pandangannya. Sayangnya, dalam berita ini, Wali Kota Lis Darmansyah dan pihak Pemko Tanjungpinang langsung dijadikan sasaran tanpa ada konfirmasi lebih lanjut, “jelasnya.
Selain itu, berdasarkan Peraturan Dewan Pers No. 1/Peraturan-DP/VI/2010 tentang Hak Jawab, pihak yang dirugikan oleh suatu pemberitaan berhak memberikan klarifikasi. Namun dalam kasus ini, Pemko Tanjungpinang maupun perusahaan penyedia jasa tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan kebijakan yang mereka ambil.
“Jika berita hanya berpihak pada satu narasumber tanpa ada hak jawab dari pihak lain, maka itu bukan lagi jurnalisme yang sehat, melainkan bentuk penggiringan opini, “tegas Aji.
Kewajiban Media Menjaga Profesionalisme
Aji mengingatkan bahwa kebebasan pers bukan berarti bebas menyajikan informasi tanpa tanggung jawab. Ia menekankan bahwa jurnalisme yang baik harus berdasarkan fakta, verifikasi, dan keberimbangan.
“Pers harus tetap kritis, tetapi juga harus bertanggung jawab dalam menyajikan berita. Pemberitaan yang tidak berimbang tidak hanya merugikan pihak yang diberitakan, tetapi juga dapat merusak kredibilitas media itu sendiri, “ujarnya.
Aji pun mengimbau seluruh insan pers, khususnya di Kepri, agar lebih berhati-hati dalam menulis berita dan selalu menjunjung tinggi kode etik jurnalistik. Dengan demikian, media dapat berfungsi sebagai pilar demokrasi yang sehat, memberikan informasi yang akurat, serta menjaga keseimbangan dalam setiap pemberitaan. (***).
Tidak ada komentar