Tanjungpinang, Dinamikaglobaltimes.id
Lagi, ancaman terhadap pekerja Pers yang kerap mempublikasikan borok di pemerintahan, terjadi. Ancaman dan intimidasi tersebut dialami seorang wartawan media online Radarkepri bernama Aliasar yang bertugas di Kabupaten Lingga.
Diperoleh informasi, bahwa Ali (sapaan akrab-red), kerap memberitakan masalah korupsi di daerah itu. Membuat banyak pejabat yang kebakaran jenggot.
Seperti pemberitaan di sejumlah media, sebelum kejadian, malam itu Aliasar sedang nongkrong di salah satu kedai kopi di Kelurahan Pancur, Kecamatan Lingga Utara, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Rabu 23 Oktober 2024 sekitar pukul 22.30 WIB.
Sedang asyik menikmati kopi nya, mendadak Safarudin datang bersama rombongannya sambil membawa botol minuman. Tak lama kemudian, salah seorang temannya bernama Ruslan menghampiri dan mengajak Ali untuk bergabung dengan mereka. Namun, Ali menolak bergabung.
Tak lama kemudian, Safarudin pun menghampirinya dengan botol di tangan. Tiba-tiba, Safarudin memecahkan botol itu seraya memukul meja tempat Ali sedang ngopi. Tak hanya itu. Safarudin juga membentak dengan ucapan kata-kata yang tak pantas diucapkan seorang pejabat.
Ali pun memaparkan, โmungkin mereka sudah rencanakan ya. Untungnya saya tidak apa-apa, “ujar Ali kepada media Ulasan.
Ali juga menyampaikan, “kalau saya diamkan, nanti bakal ada wartawan lain yang jadi korban. Makanya, persoalan ini akan saya laporkan ke Polda Kepri. Terus terang, saya tidak akan kendor memberitakan praktek korupsi di daerah ini. Bila perlu, saya akan membongkarnya, dengan melaporkan ke Kejati Kepri, “bebernya.
Mendengar kejadian tersebut, Iskandarsyah, Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Provinsi Kepri pun merasa geram. Bahkan mengecam keras kejadian itu, “jika peristiwa ini itu benar terjadi, kita sangat menyayangkan kejadian tersebut, “tuturnya di Tanjungpinang (25/10//2024).
Padahal, seorang jurnalis bekerja dilindungi Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang mengatur berbagai hal terkait pers di Indonesia.
“Di UU 40 Tentang Pers kan jelas. Kemerdekaan pers merupakan hak asasi warga negara dan wujud kedaulatan rakyat. Pers nasional berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi dan gagasan, “katanya geram.
Seharusnya, jika seorang oknum pejabat merasa tidak puas dengan karya jurnalistik yang sudah diterbitkan oleh media tempat wartawan itu bekerja, bisa melakukan hak jawab (klarifikasi).
“Bukan semena-mena seperti preman. Saya sudah baca beritanya. Di isi berita yang diterbitkan saja saya nilai sudah mengerikan sekali, sampai ada pengancaman menggunakan botol minuman beralkohol yang sudah dipecahkan. Terus ada kata-kata yang tak pantas diucapkan oleh oknum pejabat tersebut ke wartawan. Itu maksudnya apa coba, “tegas Iskandar.
Dijelaskannya. Menghalangi kerja jurnalis merupakan pelanggaran hukum yang dapat diancam pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta. Hal ini diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers, “tutur Iskandar.
Masih menurut Iskandarsyah. Tindakan yang termasuk menghalangi kerja jurnalis di antaranya merampas peralatan kerja jurnalis, mengintimidasi dan melakukan persekusi terhadap jurnalis, membatasi pertanyaan jurnalis, melarang, menghalangi, atau mengusir wartawan.
Jurnalis memiliki hak dan perlindungan hukum yang dijamin oleh Pasal 8 UU Pers. Pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan hukum, “Hal ini tak bisa berlarut-larut terjadi demi kebebasan pers di Indonesia, khususnya di Kepri, “katanya.
Hal senada juga di sampaikan Anreas Pebrico, Sekretaris IWO Kepri, “pejabat itu adalah orang yang berpendidikan. Pasti paham bagaimana etitut seorang pejabat pemerintah. Bukannya berlagak seperti preman, “kata Ajho sapaan akrabnya.
Kita minta kepada Bupati Kabupaten Lingga agar dapat memanggil pejabat tersebut untuk diberikan pembinaan bila perlu sanksi, “tutupnya. (Richard).
Tidak ada komentar