Lis Tak Lupa Paku dan Akasia Itu, Apalagi Kebaikan Orang Lain

waktu baca 3 menit
Jumat, 22 Nov 2024 13:21 0 164 admin

Tanjungpiinang, Dinamikaglobaltimes.id

Lis Darmansyah kecil menancapkan paku itu di batang pohon Akasia. Disana lah digantungkannya barang dagangannya.

Saat libur sekolah atau hari minggu, Lis menyempatkan diri berjualan. Kala itu Lis jualan sejenis permainan undian.

Orang-orang menyebutnya tikam-tikaman. Satu papan itu harganya Rp3 ribu. Itu modal. Jika semua terjual habis, Lis dapat untung sekitar Rp1.000 (seribu rupiah).

Pohon Akasia ini lah menjadi saksi bisu perjuangan Lis kecil untuk mendapatkan uang. Sebab, ekonomi keluarganya sangat memprihatinkan saat itu.

Orang-orang yang lewat pun silih berganti membelinya. Lis sudah lupa harga pastinya. Sekitar Rp 5 atau Rp10 untuk satu lotre.

Jualan tikam-tikaman ini untung-untungan juga. Kadang, baru beberapa orang yang beli, namun hadiah besarnya sudah dapat.

Sehingga sulit untuk menjual sisanya. Namun, kadang nomor lotrenya sudah mau habis, namun masih banyak juga hadiah yang tersisa.

“Kalau banyak hadiah sisa, itulah untung tambahan saya. Tak banyak untungnya, tapi bisalah membantu,” Lis mengisahkan masa kecilnya itu.

Saat pembeli tidak ada, Lis menyempatkan nya untuk bermain bersama teman-temannya. Lari kesana, kemari sambil tertawa bahagia.

Ketika pembeli datang, Lis berlari ke Akasia itu. Wajahnya pun sumringah karena dagangannya laku. Rupiah demi rupiah pun dikumpulkan. Begitulah Lis jualan tikam-tikaman beberapa tahun.

Seiring perjalanan waktu, Lis menjadi Anggota DPRD Kepri, kemudian pernah menjadi Walikota Tanjungpinang (2013-2018).

Semasa itu, Lis beberapa kali datang ke sana. Ia pernah datang ke pohon Akasia tersebut. Dia berdiri sambil termenung.

Pohon itu menyimpan sejuta kenangan. Di pohon itulah Lis sering duduk menunggu pembeli datang sambil berteduh.

Dulu, pohon Akasia itu masih kecil. Namun, saat Lis kesana beberapa tahun kemudian, pohon tersebut sudah tinggi menjulang.

Bahkan, paku yang ditancapkan dulu masih ada. Sudah berkarat dan nyaris habis dimakan waktu. Lis pun menatapnya.

Lis pernah meminta kepada warga setempat agar tidak menebang Akasia tersebut. Warga pun membiarkannya.

“Tapi sekarang Akasia itu sudah tak ada lagi. Terakhir saya kesana, paku itu sudah tak ada lagi. Hanya sisa karatnya saja. Pohonnya juga sudah tumbang,” ujarnya sedih.

Lis sendiri sesekali mendatangi tempat-tempat yang menjadi pusat kenangannya di masa lalu. Bahkan, dia juga mengajak anak-anaknya.

Seperti di rumah orangtuanya yang ada di bukit Hutan Lindung. Sore-sore, Lis mengajak anak-anaknya kesana sambil bercerita tentang masa lalunya.

Lis juga menunjukkan sumur itu. Semua ini Lis lakukan agar anak-anaknya selalu bersifat sederhana. Sebab, mereka harus tahu, bahwa ayahnya dulu hidup susah.

Lis tak ingin anak-anaknya melupakan masa lalu orangtuanya. Ini jadi pelajaran penting bagi anak agar selalu rendah hati.

Sekalipun paku itu sudah habis termakan usia dan pohon Akasia tumbang karena alam, namun sedikitpun kenangan itu tidak pernah hilang dari ingatan Lis Darmansyah.

Akasia itu secara tidak langsung telah menitipkan satu pelajaran penting bagi Lis agar tidak pernah melupakan kebaikan orang lain.

Lis memang tidak melupakannya. Karena itulah, Lis masih datang kesana karena masa lalu itu terlalu indah untuk dilupakan.

Pohon saja tidak dilupakannya. Apalagi kebaikan orang lain. Itulah Lis yang selalu ingat jasa dan kebaikan orang lain.

Lis Darmansyah kini maju sebagai Calon Walikota Tanjungpinang berpasangan dengan Raja Ariza sebagai Calon Wakil Walikota Tanjungpinang.

Pasangan nomor urut.2 ini benar-benar selalu ikhlas. Masa lalu, masa kecil mereka telah menempanya demikian. Pemimpin seperti ini sangat layak untuk dipilih. (***).

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Screenshot

LAINNYA